Nahdlatul Ulama (NU) merupakan Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam terbesar di dunia. Sejarah membuktikan, sejak awal berdiri hanya orang-orang terpilih yang diberi amanah untuk memimpin organisasi ini.
Saat ini, Ormas Islam yang didirikan tahun 1926 oleh KH Hasyim As’ary itu dipimpin oleh Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, MA. Beliau adalah tokoh besar yang lahir dari rahim pesantren. Malang melintang di organisasi. Hingga meraih gelar doktor di Arab Saudi.
Said Aqil Siradj lahir di Cirebon pada tanggal 3 Juli 1953. Pria yang akrab disapa Kiai Said ini melewati masa kecilnya di Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat. Pesantren ini diasuh oleh Kiai Aqil, yang tak lain adalah ayahnya sendiri.
Selepas menimba ilmu di Madrasah Tarbiyatul Mubtadi’ien Kempek, ia nyantri ke Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Lirboyo, Kediri, di bawah bimbingan KH. Mahrus Aly.
Pada tahun 1972, Kiai Said yang masih belia melanjutkan pengembaraan ilmunya ke pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta, di bawah bimbingan KH. Ali Maksum.
Tak puas menimba ilmu di tanah air, Kiai Said muda hijrah ke Mekah. Di tanah suci ini Ia menyelesaikan pendidikan S1 hingga S3. Pada tahun 1982, beliau menyelesaikan study S1 pada jurusan Usluhuddin dan Dakwah di Universitas King Abdul Aziz. Lima tahun kemudian, tepatnya tahun 1987 ia menyelesaikan S2 pada jurusan Perbandingan agama di Universitas Umm al-Qura. Di Umm al-Quro ini pula ia memperoleh gelar doktor pada jurusan Akidah-filsafat Islam pada tahun 1994.
Sebelum hijrah ke tanah suci, ia sempat kuliah di Yogyakarta. Sembari mengaji di pesantren Krapyak, Ia berkuliah di IAIN Sunan Kalijaga –kini menjadi UIN Sunan Kalijaga–. Saat itu, ia sudah mulai aktif berorganisasi di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan sempat menjabat sebagai Sekretaris PMII Rayon Krapyak, Yogyakarta.
Saat berkuliah di Mekah, ia pernah menjabat sebagai Ketua Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) Mekah tahun 1983 sampai 1987.
Setelah puas menimba ilmu di Mekah dan kembali ke tanah air, Karir organisasi beliau semakin gemilang. Sebelum menjabat sebagai Ketua Umum PBNU (periode 2010-2015 dan 2015-2020), Kiai Said pernah menjabat sebagai Wakil Khatib ‘Aam PBNU (1994-1998), Khatib ‘Aam PBNU (1998-1999), serta Rais Syuriyah PBNU (1999-2004).
Kiai Said sangat produktif dalam menulis buku dan karya ilmiyah. Diantara buku yang ia tulis adalah:
- Ahlussunah wal jama’ah dalam lintas sejarah (1997).
- Islam kebangsaan: Fiqih demokratik kaum santri (1999).
- Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam Sebagai Insfirasi, Bukan Aspirasi (2006).
- Ahlussunah wal jama’ah: sebuah kritik historis (2008).
- Menggugat tanggung jawab agama-agama Abrahamik bagi perdamaian dunia (2010).
- Islam kalap dan islam karib (2014).
- Islam sumber insfirasi budaya nusantara: menuju masyarakat mutamaddin (2014).
- Dialog tasawuf Kiai Said: Akidah, tasawuf & relasi antar umat beragama (2014).
- Berkah islam Indonesia: Jalan dakwah rahmatan lil’alamin (2015).
Disela aktivitasnya sebagai Ketua Umum PBNU, suami dari Hj. Nur Hayati Abdul Qadir ini juga istiqomah mengasuh Pesantren Luhur Al-Tsaqafah. Pesantren yang ia dirikan di Jakarta Selatan pada tahun 2013 lalu.